Monday, July 19, 2010

Giliran jaga

Ini tentang Mark lagi, putra saya yang berusia 21 bulan itu. Setiap kali saya mendapat giliran menjaga dia, ada saja ulahnya yang bikin gregetan. Awalnya ia bersahabat, mau duduk di pangkuan saya sembari menyeruput susu dalam botol. Tapi itu tak bertahan lama. Kira-kira 15-20 menit kemudian, ia sudah minta turun. Setelah diturunkan ia mulai menarik-narik tangan saya, menepak, mengguncang kursi, untuk mengajak saya bermain. “Papa, papa, papa, papa…” ia memanggil terus dengan volume suara yang makin lama makin keras. Kalau sedang banyak pekerjaan, terus terang saya malas meladeni. Saya memilih untuk membaca buku, browsing internet, membalas e-mail, mendengarkan kotbah, dan lain-lain. Tapi Mark bukan seorang anak yang mudah menyerah. Ia selalu punya cara untuk membuat saya berespon kepadanya. Pernah suatu kali, ia sedang bermain sendirian, dan saya tengah asyik bekerja. Saya kira ia akan baik-baik saja. Tapi sontak air susu berceceran di lantai. Bagaimana bisa terjadi? Enggak tahunya air susu yang disedotnya alih-alih ditelan, malah disembur dari mulut. Ceceran air susu itu selanjutnya disapu dengan tangan sehingga menyebar ke mana-mana. Maka spontan saya marah, “Aduh, ngapain kamu, Maaarrkkk!” Namun ia hanya memandang saya dengan tatapan tanpa rasa bersalah sama sekali. Ia pun masih bisa nyengir, seakan ia berkata, “Siapa suruh Papa cuekin saya, kan tadi sudah saya panggil?”

Saya mencoba memetik pelajaran spiritual dari pengalaman kecil ini. Belakangan saya memang sedang struggle dalam menemukan waktu berdoa, saat bisa ngobrol santai dengan Tuhan tapi tetap mendalam. Oh, saya rindu sekali. Saya bersyukur bahwa Tuhan yang saya kenal bukan papa yang super sibuk sehingga setiap kali memerlukannya saya harus memanggil-manggil dia dengan suara yang keras, atau menarik-narik tangannya yang kaku, menggoyang kursi kenyamanannya, atau bahkan menyembur air susu ke lantai. Tuhanku tak pernah berkata, “Agus, kamu main dulu sendiri yah, aku sedang banyak pekerjaan nih.” Terpujilah Tuhan! Ia tak pernah berbuat begitu pada saya, pada semua anak-Nya. Ia Tuhan yang penuh perhatian; Ia peka pada kebutuhan kita. Padahal urusan Tuhan ada sejagat banyaknya. Sayang, perhatian dan kesudian Tuhan yang luar biasa ini nampaknya masih enggak cukup membuat kita menyadari betapa precious momen kebersamaan dengan-Nya. Kita justru meremehkan. Kawan, jika boleh saya berpesan, ada waktunya untuk bekerja, dan itu baik. Tapi jangan abaikan waktu untuk berdoa dan berbakti pada Tuhan. Bagaimanapun, kita memerlukan keseimbangan hidup.

Sekarang, kalau saya ‘digangguin’ Mark, saya jadi malu sendiri. Itu artinya saya sudah tidak peka pada kebutuhannya. Saya lantas memperingatkan diri sendiri, “Gus, apa kamu lebih banyak urusan daripada Tuhan? Mbok ya giliran jagamu dilakukan dengan baik…”

No comments:

Post a Comment