Wednesday, March 6, 2013

Appetite for God

Apa sebenarnya experience of God itu? Apa yang terjadi jika saya mengalaminya? Seperti apa? Bagaimana saya tahu bahwa pengalaman rohaniku otentik, bukan dibuat-buat?

Baca Mazmur 63.

Dua prinsip menandai pengalaman rohani yang otentik, yang dengannya dapat kita uji pengalaman rohani kita.
  1. Having an appetite for God. // memiliki selera rohani
  2. Turning information about God into sensation of God. // Informasi mengenai Allah menjadi pengalaman rohani.
1. Appetite for God // Selera rohani
Selera berarti perasaan absen. Jika saya tidak punya selera, apakah karena sakit atau obat penekan selera yang saya pakai, maka saya akan melihat makanan apapun di hadapan saya tanpa rasa ingin. Punya selera berarti punya rasa kurang dan dorongan untuk memenuhi. Berbicara mengenai selera spiritual, rasa menginginkan Allah (desiring God) tdk bisa terjadi tanpa Allah menyentuh hati kita lebih dulu (Mazmur 63:2). A sense of God’s absence is a sense of His presence in your life. Sdr/i, selera rohani ini crucial. Tidak berselera berarti sakit, atau bahkan mati.

Spiritual check-up: Apakah Sdr/i berselera rohani? Adakah kerinduan akan Allah di hatimu? Dapatkah Sdr/i berkata seperti Daud, “Jiwaku haus akan Engkau.”

2. Sensasi rohani
Tanda lain pengalaman rohani yang otentik adalah kita memperoleh perasaan yang baru (a new sensation).

Jonathan Edwards pernah berkata:
There is a difference between believing that God is holy and gracious, and having a new sense on the heart of the loveliness and beauty of that holiness and grace. The difference between believing that God is gracious and tasting that God is gracious is as different as having a rational belief that honey is sweet and having the actual sense of its sweetness.
Pada Spring 1721, Edwards merenungkan 1 Tim 1:17: “Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, satu-satunya bijak! Amin.” Setelah melalui disiplin rohani ketat, sesuatu terjadi padanya. Ketika ia berjalan di kampus Yale, merenungkan ayat tsb. Allah memberikan pengalaman baru padanya. Ia mengaku, Allah yg begitu jauh jadi begitu dekat dengannya. Berikut kesaksiannya: 
As I read the words, there came into my soul, and as it were diffused through it, a sense of the glory of the divine being; a new sense, quite different from anything I ever experienced before. Never any words of Scripture seemed to me as these words did. I thought with myself, how excellent a Being that was; and how happy I should be, if I might enjoy that God, and be wrapt up to God in heaven, and be as it were swallowed up in him. (Works 16, 792-3) 
 Spiritual check-up:
  1. A new sense of God akan disertai dengan delight/sukacita-nikmat. Sukacita bukan terutama karena berkat, atau jawaban doa, atau benefit yang kita peroleh dari Allah, tapi semata-mata karena Dia. Kita bersuka karena Dia, dan akan Dia. Adakah sukacita semacam di hatimu? 
  2. Kekuatan setiap hari. Kita cemas, takut, tapi kemudian kita membaca Roma 8. Di sana kita membaca bahwa Tuhan sangat mengasihi kita dan jika Ia berada di pihak kita, siapa dapat melawan kita? Pertanyaannya, apakah perkataan itu real dalam hati kita, tak sebatas kita ketahui? Sampai Firman Allah menjadi real dalam hatimu, se-real rasa cemasmu, ia tak akan mengatasi kecemasanmu atau mengubah hidupmu. Kalau kita melihat Mazmur, spiritual experience bukanlah experience yang asing bagi penulisnya. It's so real, as real as our physical sensory, taste, drink, eat, touch, and so on.

Friday, March 1, 2013

70 Resolutions

Jonathan Edwards is one of my favorite theologians. He wrote his resolutions at the age of 18 or 19. Yes, he was so young. Here you can see how madly passionate he was about the things of God. I think if I could just have half of his passion, my life would be ...