Monday, December 6, 2010

Ada kuasa dalam Firman-Nya

Naskah bacaan KPR 19: 8-20

Selama 3 bulan Paulus mengajar di Synagogue. Strategi Paulus belum berubah. Ia selalu mulai dari Synagogue. Namun Lukas memberi sebuah penekanan kali ini, yaitu bahwa Paulus mengajar dengan berani. Seperti dalam 20: 20 dan 27, Paulus is holding nothing back, tidak ada yang disembunyikan. Ia mengajar dengan terbuka dan terang-terangan. Bukan hanya itu, ia juga dikatakan ‘berusaha meyakinkan.’ Terjemahan harafiahnya, ‘reasoning and persuading.’ Dengan kata lain, ia berdialog, berdiskusi, bertukar pikiran, berusaha meyakinkan, memersuasi orang untuk percaya akan janji Tuhan yang digenapi oleh Yesus Kristus, menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Meski begitu, dikatakan di ayat 9 bahwa beberapa orang tegar hatinya. Saudara lihat, dalam pelayanannya Paulus tidak bebas dari troubles dan penolakan. Padahal ia seorang yang dipakai oleh Tuhan; kuasa Roh Kudus menyertainya. Walau demikian, kesulitan demi kesulitan menghadangnya tiada jemu. Orang-orang yang tegar hatinya ini, kata Lukas, ‘tidak mau diyakinkan.’ Jadi, sebenarnya secara aktif mereka menegarkan hati; mereka menolak untuk percaya. Penolakan ini memuncak hingga mereka mengumpat Firman Tuhan secara publik. Maka, segeralah Paulus mengambil tindakan, pergi meninggalkan mereka dan memisahkan murid-muridnya dari mereka.

Dari contoh ini, kita diperingatkan untuk memberikan pada Tuhan duly respect and honor, kehormatan yang sepatutnya, yaitu dengan menghargai dan menghormati Firman Tuhan. Jika kita menganggap sepele atau bahkan menghina Firman Tuhan, penghakiman sudah turun ke atas kepala kita sendiri. Tidak perlu kita menyia-nyiakan waktu berbicara dan mengajar. Firman Tuhan terlalu mahal untuk diperdengarkan pada orang-orang yang tak sudi mendengar, yang unteachable. John Calvin dalam Commentary on the book of Acts menulis, “…When we experience hopeless and incurable obstinacy, we must not waste our efforts any longer.”

Kemudian Paulus mencari tempat lain. Ia tak ingin withdraw, mundur dari pelayanan; sebaliknya, Lukas berkata, setiap hari ia mengajar di Tyrannus lecture hall. Bagaimana Paulus memeroleh tempat itu? Apakah Paulus harus membayar rental? Mungkin tidak. Pemiliknya boleh jadi berpikir mau dihargai berapa tempat itu. Sebuah catatan kaki mengatakan ‘setiap hari’ berarti dari jam kelima sampai jam kesepuluh, yaitu 11 am sampai 4 pm. Nah pertanyaannya, waktu apakah itu? Buat orang-orang Mediterranean, pukul 11 am sampai 4 pm merupakan waktu siesta, waktu istirahat, tidur, dan santai, bukan waktu kerja atau belajar. Kalau begitu, sepulang kerja (ya, Paulus bekerja setiap hari, baca 20: 34) alih-alih mengambil waktu istirahat, Paulus pergi mengajar. Semua itu ia lakoni 2 tahun lamanya.

Keterangan ini memberikan kita gambaran Paulus seorang Rasul yang tak kenal lelah. Tapi juga para pendengarnya. Saking lapar dan haus akan kebenaran, mereka mengorbankan waktu normal istirahat mereka. Bagaimana dengan Saudara? Masihkah ada eagerness dalam dada kita untuk memelajari Firman Tuhan? Bayangkan, 5 jam setiap hari, di luar waktu kerja, selama 2 tahun.

Kegiatan belajar-mengajar ini berlangsung sampai semua penduduk Asia Kecil mendengar Firman Tuhan, baik Yahudi maupun Yunani. How come? Paulus did it? Ah, mana mungkin semua dilakukan oleh Paulus? Biarpun ia tireless, ia toh punya keterbatasan. Lalu siapa yang menyiarkan Firman Tuhan sampai seluruh propinsi Asia Kecil mendengarnya? Tentu saja, para pendengar Paulus. Mereka tidak berhenti sebagai pendengar saja. Mereka diubahkan jadi pelaku-pelaku Firman Tuhan. This is THE POWER! Setiap pendengar Firman Tuhan meneruskannya pada orang lain yang ia jumpai di jalan, di market place, di rumah-rumah, dan kota-kota lain. Dari mulut ke mulut (word of mouth) berita itu disiarkan. Memang tak dikatakan semua orang di propinsi Asia Kecil menjadi percaya, namun harum semerbak Firman Tuhan tercium sampai ke seluruh propinsi. Bagaikan serbuk-serbuk sari yang dihembus angin terbang ke mana-mana, lalu jatuh ke tanah yang subur, bila tiba harinya mereka tumbuh.

Firman Tuhan akan bekerja dalam hidup kita. Bukan hanya menolong kita dalam menghadapi tantangan hidup, tapi mengubah kita menjadi pemberita-pemberita Firman Tuhan. Kita tidak mungkin keep it to ourselves. Kita akan sebarbagikan ke mana kita pergi.

Sebelum saya membahas cerita lanjutannya, saya ingin menarik perhatian Saudara pada ayat 20. Karena ayat ini merupakan inti dari pesan yang hendak Lukas sampaikan. Bagaimana bunyinya? “Dengan jalan ini makin tersiarlah Firman Tuhan dan makin berkuasa.” Terjemahan lain: The Word of God grew and was strong in accordance with the power of the Lord. Apa yang makin berkuasa? Kuasa Tuhan. Firman Tuhan bertumbuh, kuasa Tuhan menguat.

Pengalaman akan kuasa Tuhan ini Paulus rasakan begitu nyata sehingga kita menemukan beberapa parallel yang menarik dalam surat Efesus, Kolose dan Korintus. [Mengapa Kolose? Karena Kolose terletak di dalam Efesus. Bisa disimpulkan efek kuasa Tuhan dirasakan hingga Kolose. Lalu mengapa Korintus? Karena Paulus menulis surat Korintus ketika ia berada di Efesus. Kalau sempat, saya himbau Saudara membacanya.] Bukti betapa hebat kuasa Allah dinyatakan di Efesus bisa kita baca di ayat 11 dan 12. Allah mengadakan mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Saputangan atau kain yang pernah dipakai Paulus bisa menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan. Saya menduga bahwa saputangan, atau lebih tepatnya ikat kepala, itu disposable. Jadi, sudah dipakai, dibuang. Kain-kain yang disposable itulah yang dipakai orang untuk menyembuhkan.

Mungkin Saudara berpikir, wah ini magic, boleh dicoba di rumah, di gerejaku. Tunggu dulu, Lukas tak mengizinkan kita berpikir demikian. Kuasa yang Tuhan nyatakan melalui Paulus adalah credential Paulus. Ia adalah Rasul yang dipilih Tuhan. Hari ini tiada lagi Rasul tersisa di muka bumi. Yang tertinggal bagi kita adalah Alkitab. Namun ini bukan berarti Tuhan sudah stop melakukan mukjizat. Saya setuju dengan John Stott yang berkomentar, “The sceptic and the mimic will immediately draw the wrong conclusions about these happenings: either they did not occur, or they should be copied. Neither response is the intention of Luke or the rest of biblical teaching.” Jadi, response yang tepat, menurut saya, adalah study the Word of God more diligently. Karena ‘signs and wonders’ adalah pointers kepada Kristus. Ingat kuasa itu menyertai Firman Tuhan. Jika kuasa itu dari Allah, ia pasti menguatkan the message. Makin bertumbuh Firman, makin kuat kuasa Tuhan dinyatakan.

Cerita mengenai anak-anak Skewa menegaskan bahwa kuasa Tuhan tak boleh dimanipulasi. Skewa, kata Lukas, seorang imam besar. Kita tidak tahu benarkah ia seorang imam kepala. Tidak pernah ada catatan mengenai seorang imam besar bernama Skewa. Mungkin saja ia mengaku-aku seorang imam besar. Tapi kalaupun ia benar seorang imam besar, sebagaimana arti dari namanya: bengkok, ia mengingatkan kita pada imam Eli beserta anak-anaknya, Hofni dan Pinehas yang bengkok. Anak-anak Skewa bermain-main dengan kuasa Tuhan, memakai nama Tuhan tanpa iman, mereka menyalahgunakan kuasa yang berasal dari Tuhan. Akibatnya, mereka dipermalukan oleh setan.

Apakah Saudara percaya bahwa Firman Tuhan berkuasa; ia sanggup mengubah hidup manusia, membawa transformasi dalam masyarakat?

Lukas mencatat, kuasa yang kuat itu membawa orang pada confession (ayat 18), pertobatan radikal (ayat 19), dan penyebaran Firman Tuhan.

Sebagai penutup, saya ingin menceritakan kesaksian seorang politikus. Di Inggris hidup seorang bernama George Brown. Ia seorang yang sangat cerdas dan capable. Ia pernah menjadi deputy prime minister di Inggris. Dengarkan apa yang ia katakan mengenai kekuasaan. Ketika ia masih muda, ia tahu bahwa sesuatu tidak benar, dan harus diubah. Masyarakat British kacau-balau. Seseorang harus naik ke posisi kekuasaan dan membuat perbedaan. Maka, ia masuk ke dunia politik. Namun dalam politik lokal, bahkan setelah ia dipilih masuk dalam jabatan council, ia menemukan tidak satu pun dari mereka yang memegang the real power. Keputusan-keputusan diambil di tempat lain. Maka, ia memutuskan untuk masuk ke parlemen. Namun, ketika ia masuk parlemen, ia menemukan tidak satu pun anggota parlemen memegang the real power. Mereka bisa ngomong, bisa vote, tapi tidak ada yang berubah, dan keputusan-keputusan nampaknya diambil di tempat lain. Maka, ia mendorong dirinya untuk masuk cabinet. Sama saja. Dan bahkan setelah ia menjadi deputy prime minister, persis di bawah Harold Wilson. Ia menatap sekelilingnya, tiada seorang memiliki the real power. Things happened outside but it wasn’t obvious why. Jadi, di manakah gerangan the real power?

Efesus adalah pusat kuasa: kuasa magis, kuasa politik, dan kuasa religius berperan. Masing-masing kuasa saling berebut tempat utama. Dalam perebutan kuasa tersebut, Lukas menyaksikan kuasa Tuhan yang menyertai Firman itulah yang menang. Ia bergerak dan tumbuh dari tempat-tempat yang tak kita duga, dari orang-orang yang tireless, yang didorong oleh passion for the Kingdom of God.

Jadi, di manakah the real power? It’s in the Word of God; it’s in the blood of Christ.

No comments:

Post a Comment