Monday, August 2, 2010

Ekawicara

A mailing list friend posted it, and I think I want to share it with you here. It is taken from Silado (761 or 461)'s book of poem, "Puisi-puisi Remy Silado," p. 59-62.

EKAWICARA

kita sama sudah mengusir
tujuh waris dosa adam dosa hawa
yang sombong
yang marah
yang iri
yang makan berlebihan
yang malas
yang tamak
yang menyatu dalam daging
yang menyatu dalam atma
yang menyatu dalam sejarah

kita sama sudah mengusir
tujuh waris dosa adam dosa hawa
sebab kita lagi memuji sang penebus
tapi rudolf bultman
tapi dietrich bonhoeffer
tapi paul tillich
tapi j.h. muhler
tapi j.a.t. robinson
tapi jurgen moltman
tapi wolfhart pannenberg
dilenakan menjadi megah dalam teologi
teologi yang mengajar orang ngotot
teologi yang mengajar orang otonom
teologi yang mengajar orang rasional
teologi yang melupakan penyerahan diri

buang beban teologi
supaya kita terima penebusan dosa adam dosa hawa
dalam rumus penyerahan diri
dalam putih
dalam polos
dalam transparan
dalam tembus ruang
supaya nyata tuhan pada salib

tuhan awal
awal tuhan
tuhan dalam
dalam tuhan
siapa tuhan
tuhan siapa
kalau bukan Tuhan
tuhan jawab
jawab tuhan
bukan dalam akal
kendati akal dalam
dalam hati
hati dalam
dalam iman
iman dalam
dalam kini
tuhan masuk
masuk tuhan
kerna penyerahan diri

kita anak semua zaman
anak menangis
anak derita
anak dosa
dosa adam dosa hawa
berpacu lebih keras dari kebaikan

di gelap kita tersembunyi dalam topeng
bukan kerna kita aktor-aktor kampiun
dalam satu teater
di mana pengarang bercita-cita kalahkan kepalsuan
dengan kebaikan dengan moral
seperti sophokles pernah dipuji
seperti shakespeare pernah dipuji
seperti shaw pernah dipuji
seperti sartre pernah dipuji
tapi topeng sembunyikan kita dari dusta
adakah sutradara yang bisa kendalikan keindahan?
jika keindahan berawal dari golgota
dan bukan dari taman eden

roh kita roh tujuh waris dosa adam dosa hawa
kita mencari ketentraman dalam kesenangan
kita senang kita ketawa
dalam topeng
dalam teater
dalam cita-cita
dalam idealisme
dalam ambisi tepuk tangan
sementara dalam nurani kita diimbau-imbau
ke cermin asali makin tua makin jelek
makin hilang keperkasaan
makin hilang ketegaran
makin hilang keceriaan
makin hilang kegesitan
makin hilang kekuatan
kecuali makin mau hidup lama
dalam kesia-siaan daging
dalam dosa waris adam waris hawa

berbisiklah bukan pada orang terkasih
sebab kekasih dapat berkhianat
berbisiklah bukan kepada harum bunga
sebab setelah berkembang bunga akan layu
berbisiklah bukan kepada langit cerah
sebab setelah cerah akan datang awan memele
berbisiklah bukan kepada angin sepoi
sebab setelah sepoi berlalu datang badai
berbisiklah bukan kepada terang bulan
sebab setelah purnama redup datang gerhana
berbisiklah bukan kepada terik mentari
sebab setelah senja segera gelap mengganti
berbisiklah kepada nurani
sebab nurani wilayah mahkamah ilahi
di situ muncul tuhan dengan kasih abadi
dalam nyatanya kita lebih suka jadi batu
tidak mendengar bisikan ilahi
dalam nyatanya kita memang harus lahir baru
membuka hati akan bisikan ilahi.

No comments:

Post a Comment