Dua orang sedang menunggu bus lewat. Yang seorang berdiri, lainnya duduk. Tiba-tiba yang pertama lenyap, sedang yang terakhir tinggal. Seorang ayah mengajak putrinya main-main di taman. Tiba-tiba sang putri lenyap, padahal sang ayah sedang memeluknya erat-erat.
Apakah anda familiar dengan gambaran ini? Ada tertulis dalam Matius 24:40-42, “Pada
waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain
akan ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan,
yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.” Oleh karena itu,
kita dipanggil untuk selalu berjaga-jaga, sebab kapan saja Tuhan bisa datang.
Kita harus siap sedia. Jika kita tak siap, kita akan ditinggalkan. Sebaliknya,
jika kita siap, kita akan diangkat-Nya.
Kebanyakan orang Kristen percaya pada tafsir demikian. Mereka
menyebut peristiwa itu sebagai ‘rapture.’ Tapi familiaritas dan mayoritas tidaklah
menjamin kebenaran. Saya harap anda bisa mengerti ini.
Pertanyaannya, apakah rapture merupakan konsep alkitabiah?
Jawabnya, sama sekali tidak. Alkitab tak pernah mengajarkan rapture theology.
Ajaran dan tafsir ini pertama kali disampaikan oleh seorang teolog British,
John Nelson Darby. Ia kemudian dianggap sebagai bapak dispensasionalisme.
Matius 24 jelas tidak berbicara mengenai pengangkatan.
Silakan anda baca lagi pasal tersebut dengan baik, lalu bandingkan dengan
Markus 13. Konteks dari Matius 24 adalah keruntuhan bait Allah. Di sana Yesus dan
murid-murid sedang mempercakapkan bait Allah yang dibangun kembali oleh
Herodes. Yesus mengatakan bahwa nanti semua itu akan diruntuhkan hingga rata dengan
tanah. Kapankah terjadinya? Ketika perang Romawi-Yahudi tahun 70 AD. Pada waktu
itu sejarah mencatat bahwa Bait Allah diruntuhkan oleh Romawi. Jadi, Yesus sebenarnya
menubuatkan kehancuran bangsa Israel.
Mereka tengah berada di bawah penghakiman Allah.
Nah, dalam situasi perang tentulah setiap orang harus
bersiap sedia untuk kabur dan menyelamatkan diri. Jika ada dua orang di ladang,
yang seorang bisa diciduk, yang lain dibiarkan. Rapture theology telah
menakut-nakuti begitu banyak orang Kristen. Dengan mempelajari konteks naratif dan
sejarah alkitabiah, kita akan memahami nubuat Yesus bertolak belakang dengan paham
rapture.
Bagi rapture theology yang diangkat, selamat; yang
ditinggalkan, sial. Pembacaan yang alkitabiah: yang diangkat (diciduk,
ditangkap) celaka, yang ditinggalkan justru selamat. No one knew what was going
to happen at the time.
Di bawah ini anda bisa menyaksikan interview dengan Barbara
Rossing, seorang New Testament Scholar, Debungking the Rapture. Menurut saya,
sangat bagus dan mencerahkan.
Interview dengan N. T. Wright on Heaven and Rapture Theology juga membantu.